Tampilkan postingan dengan label Serba-serbi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serba-serbi. Tampilkan semua postingan

3 September 2019

Numismatik tak pernah redup (liputan Bisnis Indonesia)

Numismatik tak pernah redup (liputan Bisnis Indonesia)


Catatan: Artikel ini pertama kali terbit di Bisnis Indonesia Weekend edisi Minggu, 22 November 2015

Penulis: Wike D. Herlinda & Ipak Ayu H. Nurcaya

HARUS diakui, numismatik atau koleksi uang kuno merupakan salah satu hobi yang tidak lekang digerus zaman. Seiring dengan semakin berkembangnya era modern, para numismatis (kolektor uang kuno) justru semakin menjamur di berbagai belahan dunia.

Di Indonesia sendiri, hobi ini terus menjangkau pelosok daerah, linier dengan pesatnya perkembangan komunitas kolektor uang kuno. Ahli uang kuno Eko Nurhuda--yang juga owner UangLama.com--menjelaskan tambah semaraknya numismatis (kolektor) karena uang tidak dapat dilepaskan dari sejarah bangsa.

"Semua ada kaitannya dengan sejarah bangsa. Jadi, setiap uang memiliki cerita," tuturnya.

Contohnya uang yang dicetak pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Uang yang dicetak pada masa Orde Lama dikenal memiliki variasi kode rahasia yang tidak sembarangan dirancang. Demikian pula uang yang dicetak berdasarkan seri. Uang yang dicetak pada 1957 adalah seri hewan yang ditandatangai oleh (saat itu) Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara, yang kemudian terlibat dalam pemberontakan PRRI Permesta di Sumatra.

"Nah, ketika uang itu sudah ditandatangani dan baru dirilis, ternyata ketahuan tersangkut kasus pemberontakan di Sumatra. Akhirnya, uang tersebut belum sampai beredar luas, terpaksa harus ditarik kembali," jelasnya.

Cerita sejarah yang mengiringi uang seri hewan ini yang akhirnya membuat para kolektor uang berlomba-lomba mendapatkannya. Ternyata uang yang memiliki makna tertentu pada gambar, tanggal rilis, kode, dan tandatangan tokoh di kedua sisinya ini mampu menjadi pemikat para kolektor.

Eko menjelaskan numismatis di Indonesia ternyata menjadi besar karena komunitas. "Secara kasat mata, perkembangannya bagus. Semakin banyak penjual, dan pengoleksi. Dulu paling hanya orang-orang tertentu saja. Sekarang sudah bermunculan banyak nama," ujarnya.

Persebaran basis kolektor juga bertambah tidak hanya di Surabaya, Bandung, dan Jakarta saja, tetapi meluas hingga Yogyakarta, Surakarta, Klaten Tegal, Pekalongan, Slawi, dan kota lainnya. Dari komunitas tersebut, maka para kolektor dapat berbagi informasi mengenai uang kuno yang bagus, sedang booming, dan seputar perkembangan harga uang kuno.

"Komunitas ini juga menambah koleksinya melalui satu-satunya situs lelang numismatik, kintamoney.com, yang saat ini menjadi rujukan para kolektor sebelum berburu uang," katanya.

Menurutnya, uang dalam kondisi misprint atau miscut tidak jarang terjual dengan harga mahal. Dia mengatakan pecahan uang Rp50.000 yang salah cetak dapat dijual dengan nominal empat kali lipat lebih tinggi dibanding nilai yang tertera di lembarannya.

"Harganya malah lebih tinggi. Karena uniknya itu. Dan mungkin juga karena termasuk langka, karena tidak banyak uang yang salah potong, salah cetak, salah warna, atau tintanya tidak rata," ujarnya.

Pesona mengumpulkan uang kuno ternyata menarik hati Rudi Lukito untuk menjadi kolektor. Hobi yang ditekuninya sejak 1980-an ini membuatnya memiliki ribuan jenis uang kuno.

"Koleksi uang kuno sebagai hobi itu keuntungannya selain kepuasan batin, menambah jejaring pertemanan, juga sebagai investasi," katanya.

Investasi Menguntungkan

Dia mengungkapkan dengan jual beli uang kuno, membuatnya mendapatkan tambahan penghasilan yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan gajinya sebagai programmer. Pendapatan tambahan yang cukup fantastis ini membuatnya semakin giat untuk mengumpulkan beberapa seri uang yang terbilang langka.

"Uang kuno itu harganya sangat beragam. Mulai dari Rp7.000 hingga puluhan juta. Uang kuno yang mahal pastinya yang jarang ditemukan. Misalnya uang kuno tahun 1970-an, yang diproduksi dalam jumlah terbatas oleh Bank Indonesia," katanya.

Kolektor Arifin Martoyo--yang kesehariannya berprofesi sebagai dokter--tercatat sebagai kolektor senior. Dia mengungkapkan pernah membeli selembar uang kuno dengan harga Rp260 juta. Selain itu, dia tidak merasa rugi untuk membeli beragam jenis uang dengan seri yang beragam seharga Rp1,5 miliar.

"Koleksi uang kuno itu banyak manfaatnya. Salah satunya adalah menambah penghasilan atau sarana investasi, karena uang kuno ternyata banyak peminat dan harganya selalu naik terus. Masalah utamanya bukan menjual tetapi cara mendapatkannya lagi," tuturnya.

Namun, Arifin menyarankan jika menginginkan koleksi uang kunonya menjadi instrumen investasi, maka harus memiliki pengetahuan mendalam. Informasi tentang uang kuno, dana yang cukup, dan jejaring pertemanan yang luas, adalah faktor utama. Dengan demikian dapat dengan mudah membeli dan menjual barang.

"Selain itu, jika ingin berinvestasi pada uang kuno, saya anjurkan untuk berburu sendiri, dan tidak melalui lelang. Dengan mendapatkan barang langsung dari pemilik maka harga bisa bagus dan masih menguntungkan jika ingin dijual," katanya.

Senada, pendiri Club Oeang Revolusi (CORE) Uno menuturkan koleksi uang kuno dapat dijadikan investasi.

"Memang tidak melejit seperti tren batu akik, yang sangat melejit, kemudian meredup. Jika bermain di uang kuno, trennya sangat landai. Tidak terjadi fluktuasi seperti itu [batu akik]. Keuntungannya adalah selalu muncul pembeli atau kolektor baru," katanya.

Pendiri Numismatik Yogyakarta Wisnu Murti (tampak di foto atas) menuturkan tren jual beli uang kuno akan terus terjadi karena semua item akan menjadi barang buruan.

"Semuanya pasti dicari, karena ada item tertentu yang dicetak sangat terbatas atau beredarnya hanya sedikit. Uang-uang kuno yang salah cetak atau salah potong itu juga banyak dicari. Harganya jauh lebih mahal ketimbang uang dalam kondisi baik," katanya.

Padahal, tambahnya, berdasarkan aturan Bank Indonesia, uang yang salah cetak atau salah potong harus dikembalikan ke Bank Sentral dan tidak boleh beredar atau ditransaksikan.

"Sebetulnya itu menyalahi aturan BI sih. Tetapi justru karena itulah kolektor malah menyukainya," ujarnya.

20 Februari 2016

Promosikan money changer, gadis cantik ini pakai baju dari uang kertas

Promosikan money changer, gadis cantik ini pakai baju dari uang kertas


EMPAT orang gadis cantik tampil mencolok di tengah-tengah keramaian Kota Solo. Bukan karena paras ayu mereka, melainkan pakaian yang mereka kenakan tidak lazim. Ya, empat gadis masing-masing berambut panjang sebahu tersebut memakai baju terusan yang terbuat dari uang kertas.

Dengan atasan lengan panjang, bagian dada pakaian yang dikenakan keempat gadis ini merupakan jejeran berbagai uang kertas mancanegara. Uang-uang kertas tersebut terus bersambung hingga ke lutut membentuk rok. Entah berapa lembar uang kertas yang dihabiskan untuk membuat satu helai pakaian tersebut. Yang jelas, tampak mata uang asing seperti dolar Amerika Serikat bersama dong Vietnam, baht Thailand, yen Jepang, poundsterling Britania Raya, dan beberapa mata uang mancanegara lain.

Tak cuma mata uang asing, pada salah satu pakaian juga terdapat uang pecahan Rp50.000 bergambar I Gusti Ngurah Rai. Ini uang rupiah yang masih berlaku. Menarik dicari tahu apakah uang tersebut asli atau palsu.

Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan keempat gadis cantik tersebut dengan pakaian dari uang kertas seperti itu? Usut punya usut, mereka tengah mempromosikan sebuah money changer. Berdiri di tengah keramaian, masing-masing gadis memegang sejumlah brosur yang dibagikan pada orang-orang yang berada di sekitar mereka.








Ini sebenarnya foto lama, kejadiannya sudah berlalu dua tahun lalu, tepatnya 28 April 2013. Tapi saya baru saja menemukannya di Google Images saat mencari beberapa gambar terkait uang lama.

Foto-foto ini dikirimkan oleh fotografer Setiawan Prayudhi asal Karanganyar, Jawa Tengah, untuk situs jurnalisme foto Demotix.com. Sayang, tak ada keterangan di mana gadis-gadis ini berada saat itu.

10 September 2015

Pria ini buat sofa, meja, hingga boneka dari uang koin

Pria ini buat sofa, meja, hingga boneka dari uang koin


CORAK grafis nan menarik yang tercetak pada uang membuat seorang pria asal Vermont, Amerika Serikat, tergerak untuk memanfaatkannya menjadi sebuah karya seni. Ya, pemilik sebuah galeri furnitur khusus ini membuat aneka macam benda dari uang, baik uang kertas maupun uang koin.

Sedikit mengundang perdebatan memang, mengingat uang adalah benda bernilai tinggi dan merupakan tanda pembayaran yang sah. Namun dalam perjalanannya Johnny Swing mendapat masukan yang membuatnya semakin yakin untuk terus menggunakan uang sebagai bahan baku produk-produknya.

Kini, ia dikenal sebagai bos furnitur koin.

Swing adalah lulusan sekolah seni Skidmore College di Saratoga Springs, New York. Ia juga sempat menempuh pendidikan di Skowhegan School of Painting and Sculpture, sebuah program residensi selama sembilan pekan bagi para peminat seni. Di sekolah yang dibentuk sejak 1946 itulah Swing mengasah kemampuan seni rupanya.

Awalnya Swing memproduksi berbagai furnitur dari kayu. Lalu dalam satu kesempatan ia mencoba menggunakan koin sebagai bahan baku pembuatan sofa. Ia mengaku terinspirasi dari permainan masa kecilnya, di antaranya Bobby Trap. Ini sebenarnya tidak terlalu tepat dikategorikan sebagai mainan. Sebab Bobby Trap adalah sebuah jebakan yang didesain sedemikian rupa untuk melukai sampai membunuh seseorang.

Di masa kanak-kanak, Swing menggunakan semacam Bobby Trap untuk mengagetkan teman bermainnya. Jebakan ini terbuat dari bahan logam, membuat Swing tertarik menguji coba membuat sebuah benda dari bahan koin logam. Maka, dibuatlah sebuah sofa.

Swing menggunakan koin yang terbuat dari bahan nikel. Ia menghabiskan waktu hingga berhari-hari untuk mengelas puluhan ribu koin menjadi satu setelah rangka sofa terbentuk. Hasilnya membuat ia ketagihan untuk membuat benda serupa lebih banyak lagi dan lagi.


Dari sekedar digunakan sendiri, Swing lantas terpikir untuk menjual hasil karyanya tersebut. Harganya tidak main-main. Sebab, selain waktu pengerjaannya yang lama - sebuah sofa berbahan baku 35.000 koin bahkan pernah menghabiskan waktu selama 300 jam untuk mengelas seluruhnya menjadi satu, koin yang dipergunakan merupakan uang yang masih berlaku. Toh, benda produksi Swing laku keras lantaran unik.

Selain dijual secara langsung, Swing kemudian memanfaatkan media internet untuk mempromosikan produk-produknya. Ia membuat situs www.johnnyswing.com untuk memajang hasil karyanya sekaligus menawarkannya pada siapapun yang berminat. Dalam situs tersebut data-data sebuah produk tersaji komplit. Mulai dari ukuran, tahun pembuatan, nominal koin yang digunakan, bahan koin yang menjadi bahan baku, serta jenis besi pelengkap.

Ada pula karya Swing yang dilelang. Salah satunya adalah sebuah sofa seberat lebih dari 56 kg yang terjual seharga 100.000 dolar AS di balai lelang Sotheby pada Desember 2009.

Koin menjadi bahan baku favorit Swing. Ia hanya perlu mengelas kepingan-kepingan uang logam tersebut mengikuti sebuah rancangan yang telah ia buat, lalu menyatukannya dengan sebuah rangka besi sebagai kaki-kaki meja atau sofa.

Meski demikian ia juga banyak membuat produk-produk kerajinan dari uang kertas. Selain bentuknya yang beragam dan unik seperti boneka beruang ala Teddy Bear, babi, dan bantal, uang-uang kertas hijau bertuliskan "dollar" yang menjadi bahan baku tampak mencolok dan mencuri perhatian.


Apakah menggunakan uang sebagai bahan baku furnitur tidak menyalahi aturan di AS? Sebagai perbandingan, di Indonesia tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan pada fisik uang koin atau kertas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2013 tentang Mata Uang.

Sempat terlontar kekhawatiran di benak Swing mengenai hal tersebut. Terlebih ada yang mengatakan padanya bahwa menggunakan uang sebagai karya seni adalah tindakan ilegal. Tapi kemudian ia bertemu dengan seorang petugas Secret Service yang meyakinkannya bahwa itu adalah uang miliknya sendiri dan karenanya bebas untuk digunakan, termasuk menjadikannya karya seni sesuka hatinya.

Kini, Johnny Swing dikenal sebagai rajanya Furnitur Koin. Situsnya pun ia beri judul Coin Furniture.

18 Desember 2012

Dongeng Numismatik: Hampir Ketahuan

Dongeng Numismatik: Hampir Ketahuan



ALKISAH, Harmin murid sebuah sekolah datang terlambat ke sekolahnya. Iapun ditegur sang guru.

Guru: Mengapa kamu terlambat, Min?

Harmin: Anu, Pak, sebab di jalan tadi ada orang yang kehilangan uang.

Guru: Kok kamu jadi ikut terlambat? Apa kamu ikut mencarinya?

Harmin: Tidak, Pak, saya tidak ikut membantu mencarinya. Saya cuma diam saja.

Guru: Terus, kenapa kamu bisa terlambat?

Harmin: Anu, saya yang menginjak uangnya. Jadi, ya, saya diam saja sampai orang yang kehilangan uang pergi.

Guru: Lho, lho, lho?

Seisi kelas tertawa riuh dibuatnya.

(Disadur dari Praba Muda, 1955)

18 Februari 2012

Misteri Rp100 Perahu Layar

Misteri Rp100 Perahu Layar

DI kalangan numismatis Indonesia, kalau kita menyebut "uang perahu layar" atau "uang kapal layar", maka itu yang dimaksud adalah Rp100 tahun 1992. Uang tersebut bagian depannya memang bergambar sebuah kapal, tepatnya kapal phinisi asal Sulawesi yang sangat legendaris itu.

Dalam bahasa Indonesia sesuai EYD, nama kapal tersebut menjadi Perahu Phinisi. Pada uang Rp100 tahun 1992, tertulis "PERAHU PINISI" (tanpa "H").

Foto: koleksi pribadi
Rp100 tahun 1992 asli, bergambar dan bertuliskan 'Perahu Pinisi'.
Coba perhatikan gambar berikut. Inilah uang Rp100 tahun 1992 yang asli. Di bawah gambar kapal terdapat tulisan 'Perahu Pinisi'. Uang ini mulai diedarkan sebagai uang kertas yang sah sebagai alat tukar (legal tender) sejak 28 Desember 1992. Peredarannya berbarengan dengan Rp500 tahun 1992 bergambar orangutan. Uang ini beredar cukup lama, yakni sampai tahun 2000. Karena itu, pada uang ini terdapat berbagai cetakan tahun (1992–1996,1999,2000) yang menandakan waktu cetak ulangnya.

Pada tanggal 29 November 2000, Rp100 tahun 1992 ditarik dari peredaran. Nah, setelah itu mulailah beredar berbagai macam isu seputar uang ini. Satu isu yang paling sering ditemui adalah adanya Rp100 tahun 1992 bertuliskan 'PERAHU LAYAR'. Entah bagaimana asal-usulnya, uang fiktif ini kemudian jadi barang mahal. Dengan dibumbui sebagai uang langka dan susah dicari, Rp100 Perahu Layar dihargai gila-gilaan. Seorang penjual di tokobagus.com menawarkannya seharga Rp500.000 per lembar. Edan!

Aslikah uang Rp100 kapal layar ini? Jawabannya sangat mudah. Buka saja situs Bank Indonesia, cari daftar uang yang pernah diedarkan oleh bank sentral negara kita ini. Adakah uang dengan ciri-ciri seperti uang kapal layar itu dalam daftar BI? Kalau tidak ada, berarti itu uang palsu. Atau coba lihat daftar uang yang pernah beredar di Indonesia di halaman Wikipedia ini. Coba lihat apakah uang perahu layar ada di sana? Bisa dipastikan halaman itu tidak memuat Rp100 Perahu Layar.

Tapi, uang itu ada! Ya, memang ada. Bukankah tadi sudah dibilang ada orang yang menjualnya di tokobagus atau KasKus. Ada yang menjual berarti barangnya ada. Masalahnya, itu uang asli atau rekayasa? Di kalangan numismatis, tidak dikenal Rp100 perahu layar bertuliskan 'Perahu Layar'. Numismatis murni, baik numismatis lokal Indonesia maupun mancanegara, hanya mengenal Rp100 tahun 1992 bertuliskan 'Perahu Pinisi'. Jadi, bisa disimpulkan kalau uang seratus perahu layar itu bukan uang resmi yang dikeluarkan BI.

Berikut beberapa mitos menyesatkan lain seputar Rp100 tahun 1992:
1. Banyak orang yakin uang ini sangat langka sehingga harganya tinggi. Faktanya, uang ini sangat mudah ditemukan. Jangan kata satu-dua lembar, mau beli ribuan lembar pun masih bisa. Di kalangan numismatis uang ini tergolong 'uang sayur', alias uang yang masih mudah dicari dan harganya murah. Biasanya Rp100 tahun 1992 dipatok dalam kisaran harga Rp5.000/lembar atau lebih murah. Saya bahkan pernah mendapat tawaran satu brut seharga Rp650.000, artinya per lembar hanya Rp650.

Foto: courtesy Esenta BC
Rp100 tahun 1992 bertuliskan 'Perahu Layar'.
Nah, biasanya yang dihargai mahal itu Rp100 tahun 1992 emisi 1992. Maksudnya, uang Rp100 tahun 1992 cetakan pertama, yang di sudut kanan bawah bagian depannya terdapat tulisan "Perum Percetakan Uang RI IMP. 1992". IMP. adalah singkatan dari "imprint" yang kurang lebih berarti "cetakan" atau di kalangan numismatis disebut sebagai emisi. Rp100 tahun 1992 emisi 1992 memang lebih mahal dari emisi-emisi lainnya, namun harganya tak akan lebih dari Rp10.000/lembar.

2. Uang ini ada yang memiliki benang pengaman. Aslinya Rp100 tahun 1992 tidak disisipi benang pengaman. Satu-satunya piranti pengaman uang ini adalah watermark bergambar Garuda Pancasila. Sama seperti kasus uang perahu layar, ada oknum-oknum tertentu yang kemudian menyisipkan benang pengaman pada uang Rp100 tahun 1992, lalu menyebarkan 'busa mulut' sehingga uang rekayasa inipun menjadi sangat dicari dan harganya selangit.

3. Uang ini dapat diubah (oleh orang sakti atau dukun) menjadi Rp100.000. Secara logika tentu saja ini tidak masuk akal. Namun faktanya banyak sekali orang yang percaya bualan ini. Saya sendiri sangat sering menerima pesanan Rp100 tahun 1992 dalam jumlah banyak. Mungkin ini terkait dengan kepercayaan kalau uang tersebut bisa 'disulap' jadi Rp100.000. Pernah seorang ibu dari Bogor minta dicarikan 10.000 lembar alias 10 brut. Meski tidak punya stok sebanyak itu, saya bisa saja mencarikannya ke beberapa kenalan di Surabaya, Jogja, atau Jakarta. Bayangkan sendiri berapa besar keuntungan yang bakal saya raup. Masalahnya, saya tidak mau si ibu jadi korban. Maka saya bilang saya cuma punya stok segepok alias 100 lembar.

Bagaimana, masih mau tertipu dengan berbagai mitos menyesatkan seputar Rp100 tahun 1992? Mudah-mudahan tidak lagi.