AWALNYA saya pikir wawancara by phone dengan Mbak Wike Dita Herlinda dari Bisnis Indonesia pada November 2015 lalu hanya untuk edisi cetak. Rupanya, ketika beberapa waktu lalu googling mencari referensi mengenai perkembangan terbaru dunia numismatik Indonesia, saya menemukan wawancara berikut di laman Bisnis.com.
Baca juga: Numismatik tak pernah redup (liputan Bisnis Indonesia)
Ya, ini rupanya transkrip wawancara by phone saya dengan Mbak Dita. Percakapan yang seingat saya berlangsung nyaris satu jam ketika itu, dalam kondisi saya sembari mengawasi anak-anak bermain di halaman belakang. Hahaha.
Saya publikasikan ulang di sini, karena menurut saya ada beberapa hal yang musti diluruskan. Misalnya, saya berdomisili di Pemalang, bukan Pamulang. Saya juga menebalkan bagian pertanyaan Mbak Dita agar lebih nikmat dibaca.
Semoga bermanfaat bagi siapapun yang menemukan posting ini.
Mengenal Lebih Dekat Hobi Numismatik
Wike Dita Herlinda - Bisnis.com
25 November 2015 | 06:23 WIB
Bisnis.com, JAKARTA -- Harus diakui, numismatik atau koleksi uang kuno merupakan salah satu hobi yang tidak lekang digerus zaman. Seiring dengan semakin berkembangnya era modern, para numismatis (kolektor uang kuno) justru semakin berjamuran di berbagai belahan dunia.
Di Indonesia sendiri, hobi ini terus menjangkau pelosok daerah bersamaan dengan pesatnya perkembangan komunitas uang kuno. Namun, untuk mengoleksi uang kuno ada banyak hal yang perlu diperhatikan.
Ahli uang kuno Eko Nurhuda yang juga owner UangLama.com menjelaskan uang kuno dari seri-seri terlangka di Indonesia sudah semakin banyak yang berpindah tangan ke kolektor asing. Akibatnya, pengetahuan sejarah uang di negara ini bisa terancam.
Untuk itu, dia menyarankan agar para kolektor uang kuno juga berperan serta dalam pelestarian uang yang pernah berlaku di Indonesia. Selain itu, ada baiknya setiap uang kuno diverifikasi untuk menghindari maraknya kasus pemalsuan.
Berikut penjelasan pria yang berbasis di Pemalang itu seputar numisatik Indonesia:
Bagaimana periodisasi uang kuno, khususnya yang ada di Indonesia? Dibagi berdasarkan apa?
Kalau uang kuno di Indonesia itu secara umum dibedakan berdasarkan dua, yaitu uang kolonial atau uang pada zaman penjajahan Belanda dan uang RI atau uang Indonesia.
Uang Indonesia itu kemudian bisa dibagi lagi menjadi uang periode awal kemerdekaan atau Oeang Republik Indonesia (ORI) dan uang-uang yang lebih mutakhir mulai dari dekade 1960-an sampai saat ini. Kurang lebih seperti itu pembagiannya.
ORI sendiri dibagi lagi menjadi Orida (ORI Daerah). Sebab, pada awal kemerdekaan, terdapat 3 mata uang yang berlaku di Indonesia, yaitu mata uang Hindia Belanda, Jepang, dan ORI. Indonesia ingin mengukuhkan ORI sebagai mata uang yang berdaulat di republik ini.
Namun, setelah dirilis, terdapat kendala logistik untuk dapat mendistribusikan ORI ke daerah-daerah. Pada akhirnya, setiap daerah membuat ORI-nya sendiri-sendiri yang dikenal dengan istilah Orida. Jenis uang ini sudah semakin langka sekarang.
Kenapa uang mutakhir dihitung per dekade 1960-an?
Jadi, dulu itu mata uang Indonesia dibedakan atas beberapa zaman. Pertama adalah zaman Uang Soekarno. [Para ahli numismatik dan kolektor uang kuno] menyebutnya demikian, karena uang pada masa itu bisa dibilang sebagai uang revolusi.
Pada zaman itu, uang tidak hanya sekadar sebagai alat tukar. Ada peneliti dari Belanda yang mengungkapkan ternyata di permukaan uang pada zaman Soekarno terdapat kode
Di nomor serinya terdapat kode khusus, yang fungsinya selain untuk mencegah pemalsuan, juga merupakan kode tertentu bagi republik yang baru berdiri.
Bagaimana dengan uang yang berasal dari zaman kerajaan Nusantara, sebelum era kolonial? Apa dapat dikatagorikan uang kuno?
Iya, itu termasuk uang kuno. Namun, pada umumnya uang-uang pada zaman itu tidak terbuat dari bahan kertas.
Kebanyakan [uang zaman kerajaan] berupa logam, seperti Gobok kalau dari kerajaan-kerajaan di Jawa dan uang Piti atau Pitis dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Ada juga uang Kampua yang terbuat dari kain tenun dari Kerajaan Buton di Sulawesi.
Ada juga sih kolektor yang mengoleksi uang seperti itu. Namun, untuk kolektor atau numismatis, kebanyakan mereka mengoleksi uang mulai dari zaman kolonial ke atas yang bahan dasarnya sudah berupa kertas atau koin.
Kalau uang-uang zaman kerajaan itu lebih tergolong sebagai barang antik, yang lebih cocok untuk dikoleksi museum ketimbang kolektor. Sebab, mereka lebih condong digolongkan sebagai benda purbakala.
Bagaimana cara membedakan uang kuno asli atau palsu?
Ini juga sebenarnya merupakan isu krusial di kalangan numismatis.
Sebenarnya ada yang namanya Katalog Uang Kertas Indonesia sebagai rujukan. Untuk yang koin, sejauh ini memang tidak ada [katalog rujukannya], karena isu [pemalsuannya] tidak terlalu besar. Namun, untuk uang kertas, memang banyak isunya.
Apalagi, dengan teknologi cetak yang semakin canggih, uang-uang zaman dulu yang teknologi pengamanannya terbatas dapat dengan mudah dipalsukan. Untuk mencegah pemalsuan, sekarang ada yang namanya Paper Money Guaranty (PMG).
PMG adalah perusahaan grading uang kertas yang berbasis di Sarasota, Florida. Mereka memberikan semacam sertifikasi berdasarkan level-level uang lamanya. Nah, itu, kita bisa mengirim uang ke sana dan meminta verifikasi keaslian.
Kalau sudah ada label PMG, keraguan atas keaslian uang pun bisa dihilangkan. Tentunya, harganya pun juga akan berbeda.
Misalnya saja, ada dua helai uang Soekarno Rp100 dengan tahun keluaran, ciri-ciri, dan nominal yang sama. Namun, kalau yang satunya diverifikasi PMG, harganya akan berkali-kali lipat lebih tinggi daripada yang tidak [diverifikasi].
[Tempat verifikasi] Ini sayangnya hanya ada di Amerika. Namun, bisa juga lewat perwakilan di masing-masing negara melalui asosiasi-asosiasi numismatik.
Apa sih sebenarnya manfaat dari mengoleksi uang kuno? Mengapa hobi ini bisa bertahan di sepanjang zaman?
Ini terkait dengan sejarah bangsa. Jadi, masing-masing uang memiliki cerita. Uang pada zaman Soeharto, Soekarno, dan sebagainya memiliki ceritanya sendiri-sendiri. Misalnya, uang zaman Soekarno memiliki variasi kode rahasia yang tidak dirancang sembarangan.
Demikian pula uang berdasarkan seri, seperti seri hewan pada 1957. Itu juga ada cerita tersendiri. Pada waktu itu uang ditandatangani oleh perdana menteri, yang ternya dia terlibat pemberontakan PRRI Permesta di Sumatra.
Dulu, sebelum ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia, uang di Indonesia ditandatangani oleh perdana menteri. Nah,ketika uang itu sudah ditandatangani dan baru dirilis, ternyata beliau ketahuan tersangkut kasus pemberontakan di Sumatra.
Akhirnya, uang tersebut belum sampai beredar luas, terpaksa harus ditarik kembali. Uang itu sampai sekarang dikenal sebagai seri hewan. Itu jadi barang yang sangat diburu kolektor juga.
Jadi, sebenarnya sejarah sebuah bangsa dapat dilihat dari uangnya. Kapan diterbitkan, mengapa dirilis, makna gambar dan kodenya, serta siapa yang menandatangani. Itu semua membongkar sebuah cerita sejarah.
Apakah ada jenis uang kuno yang perlu dilestarikan atau diselamatkan?
Uang yang perlu dilestarikan? Saya rasa semuanya perlu. Sebab, saat ini kecenderungannya banyak kolektor luar negeri yang gencar memburu uang-uang pada zaman kolonial. Ini menjadi isu tersendiri di kalangan numismatis Indonesia.
Kolektor-kolektor, khususnya dari Eropa, sangat berminat terhadap uang-uang kuno Indonesia. Jadi, sekarang ini banyak uang zaman kolonial atau zaman Hindia Belanda yang keluar [negeri].
Masalahnya, sekali uang itu keluar, tidak bisa masuk lagi ke Indonesia. Sebab, harganya pasti akan melambung tinggi. Kolektor asing itu mencari ke Indonesia, sebab harga di sini jauh lebih rendah dibandingkan di luar negeri. Jadi mereka langsung hunting di Indonesia.
Di situs ebay juga semakin banyak kolektor asing yang mencari uang kuno Indonesia. Mereka suka sekali uang, baik dari zaman Hindia Belanda maupun Orida (Oeang Republik Indonesia Daerah).
Uang Orida sekarang ini semakin jarang yang punya. Susah sekali dicari. Kalau kolektor Indonesia tidak cepat-cepat bertindak, akan semakin banyak yang lepas ke luar negeri. Sudah banyak uang kuno langka Indonesia yang lepas ke luar negeri. Dan sekali lepas, tidak bisa lagi kembali ke sini.
Nah, itu apa yang menjadi kendala? Mengapa kolektor Indonesia tidak bisa mengamankan uang kuno lokal atau kalah dengan kolektor asing?
Sebab uang lama kan terkait dengan bisnis. Memang ada kolektor yang benar-benar murni kolektor. Jadi, mereka mengoleksi uang untuk dirinya dan tidak akan dijual dengan harga berapapun karena tidak tertarik dengan keuntungan. Namun, banyak kolektor yang mendapatkan uang kuno, tapi menjualnya kembali ketika ada yang berani menawar dengan harga tinggi.
Pada awalnya mereka menjual hanya ke teman-teman dekat atau kenalan-kenalan saja. Akan tetapi, dengan semakin berkembangnya internet, mereka bisa menjual ke manapun. Tinggal unggah gambar, orang dari negara manapun bisa membeli. Akhirnya, banyak uang kuno Indonesia yang terbang ke luar negeri.
Kalau sudah sampai ke tangan orang asing, sudah deh, pasti akan susah sekali masuk lagi ke Indonesia.
Berarti uang kuno bisa dijadikan sebagai alat investasi, karena ada pergerakan harganya. Nah, bagaimana cara menentukan nilai dari sebuah uang kuno?
Harga itu terpengaruh pada beberapa hal. Satu, tingkat kelangkaan. Itu adalah faktor utama. Semakin langka uang, pasti semakin mahal.
Dua, kondisi uang. Semakin bagus kondisinya, semakin tinggi harganya.
Bagaimana dengan uang yang misprint atau miscut. Apakah masih bisa dikoleksi dan ada nilainya?
Betul sekali. Itu malah harganya lebih mahal. Bank Indonesia setiap mengeluarkan uang baru, mereka akan mengeluarkan lembaran uang yang untuk dipotong. Kemudian ada juga uang-uang yang salah potong.
Banyak juga penggemarnya, karena harganya malah lebih tinggi. Karena uniknya itu. Dan mungkin juga karena termasuk langka, karena tidak banyak uang yang salah potong, salah cetak, salah warna, atau tintanya tidak rata.
Misalnya pecahan Rp50.000 yang salah cetak, itu harganya bisa ratusan ribu rupiah. Nilainya bisa setara dengan empat lembar uang yang tidak cacat atau utuh.
Apakah ada koleksi tertentu yang paling banyak diburu oleh kolektor?
Preferensi masing-masing kolektor berbeda-beda. Ada yang berdasarkan negara, ada yang berdasarkan serinya. Meskipun dia mengoleksi banyak uang, tapi pasti memiliki preferensi atau minat khusus.
Ada kolektor yang khusus mengoleksi uang-uang kolonial, ada yang khusus uang Orida. Ada yang mengoleksi gambar tokoh-tokoh dunia di uang, ada yang koleksi gambar hewan seperti burung. Dari negara manapun, yang penting gambar burung, dia koleksi.
Ada juga yang mencari seri kapal, seri gunung, dan sebagainya. Preferensi masing-masing kolektor berbeda-beda. Biasanya dia akan melakuan apapun untuk melengkapi koleksinya dari seri tertentu. Agak mirip karakternya dengan koleksi perangko.
Bagaimana perkembangan kolektor uang kuno di Indonesia?
Perkembangannya lebih berbasis pada komunitas. Secara kasat mata, perkembangannya bagus. Semakin banyak penjual, dan pengoleksi. Dulu paling hanya orang-orang tertentu saja. Sekarang sudah bermunculan banyak nama.
Dulu, basis numismatis hanya di Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Sekarang berkembangnya luas sekali, misalnya ke Jogja, Solo, Klaten, Tegal, Pekalongan, Slawi, dan sebagainya. Dulu komunitas kalau mau berkumpul harus ke Surabaya dulu, atau ke Jakarta dan Bandung. Sekarang ini, setiap daerah sudah memiliki komunitasnya sendiri.
Apa saja kegiatan komunitas kolektor uang kuno?
Pameran bersama. Misalnya, di Jogja, setiap tahun mereka berusaha membuat pameran uang kuno. Kalau di Jakarta ada yang namanya Java Auction, setiap tahun pasti rutin menghelat pameran.
Biasanya mereka juga saling memberi kabar dan informasi tentang keberadaan barang bagus, atau barang apa yang sedang booming. Lalu juga informasi-informasi seputar perkembangan harga uang kuno.
Mendapat koleksinya dari mana saja?
Selain info-info dari komunitas, kenalan, atau rekan sesama numismatis, juga dari berburu di dunia maya. Seperti ebay, grup Facebook, lalu dari situs lelang numismatik satu-satunya di Indonesia yaitu Kintamoney.com. Itu menjadi rujukan para kolektor sebelum berburu uang.
Sumber: https://lifestyle.bisnis.com/read/20151125/220/495336/mengenal-lebih-dekat-hobi-numismatik